Judul : Sastra Daerah : Kembang Tanjung Kelopak Tujuh
link : Sastra Daerah : Kembang Tanjung Kelopak Tujuh
Sastra Daerah : Kembang Tanjung Kelopak Tujuh
Genre : cerita bentuk mithe
Cerita rakyat ini berasal dari Kabupaten Musi Rawas. Pada bagian akhir halaman ini di cantumkan cerita versi asli dalam bahasa Rejang Rawas. Cerita mirip dengan cerita Putri Silampari dari Lubuk Linggau. Kemungkinan kesamaan cerita bisa terjadi mengingat dekatnya lokasi geografis Kabupaten Musi Rawas dan Kotip Lubuk Linggau yang kini menjadi bagian propinsi Sumatra Selatan.
========
Hikayat Kembang Tanjung adalah mitos dewa-dewi. Hikayat yang bergentayangan menyerap dari mulut ke mulut penduduk. Gambaran dewi Kembang Tanjung adalah perempuan yang datang dari utara Sumatera Selatan. “perempuan dengan daun telinga sebelah kanan, terselip setangkai kembang tanjung berkelopak tujuh. Apabila malam hari kau bertemu dengan perempuan yang diantara lubang hidungnya menetes-netes cairan hijau muda kental semacam ingus, maka berdoa saja agar ia tak membuka mulut dan berkata-kata padamu. Kau takkan dapat berbalik arah untuk lari menjauhinya.
Cerita “Hikayat Kembang Tanjung ini bermula dari perempuan jelita bernama Putri Selendang Kuning yang menurut cerita ditakdirkan bersuami Raja Biku, penguasa di sebuah daerah.
Atas kehendak langit, mereka dikarunia enam orang anak, seorang lelaki dan lima perempuan. Dan seorang perempuan di antaranya Dayang Torek, perempuan yang dikisahkan menjadi ibu yang melahirkan Kelopak Tanjung Ketujuh. Keenam anaknya tumbuh menjadi anak-anak yang tampan dan cantik jelita. Dikagumi banyak orang, melintasi pulau-pulau.
Hingga akhirnya tragedi demi tragedi menerjang keluarga mereka. Masing-masing anak Putri Selendang Kuning mengalami tragedy kematian dan kehilangan. Semuanya ditarik kembali oleh Langit. Suaminya, Raja Biku pun meningggal saat perjalanan menuju Cina. Dan satu-satunya yang telah memiliki cucu adalah Dayang Torek, yang menurut kisah, anak berusia dua bulan itu sengaja dibunuh oleh kakaknya sendiri Sebudur karena beranggapan bayi itu tak layak dijadikan bibit keturunan kerajaan.
Hingga semua itu disadari Putri Selendang Kuning bermuara pada satu syarat yang pernah disepakatinya dengan Langit.
“Suatu saat akan lahir enam orang anak, sesuai dengan jumlah kelopak kembang tanjung (yang diturunkan). Namun dalam batas yang telah ditentukan, mereka pun harus kembali ke kayangan.Dari sanalah asal muasal kisah. Putri Selendang Kuning memohon agar keturunannya yang telah diambil naik oleh langit disempurnakan menjadi kembang tujuh kelopak bersama cucunya dari keturunan si Dayang Torek.
“Langit lupakah kau bahwa cucu pertamaku juga telah kau jemput? Jangan-jangan kau yang membisikkan Sebudur untuk membunuhnya pula? Tapi tak apa. Tak dapat kuharap nasi kembali menjadi padi, maka takkah kau sempurnakan kembang tanjung itu agar berkelopak tujuh? Agar bersua cucu pertamaku dengan ibunya, si Dayang Torek?”
Cerita asli dalam Bahasa Rejang Rawas dari Kabupaten Musi Rawas
Bungui Tanjung Kelopak Tojoh
Cerite bungui tanjung ye cerite semat. Cerite semat ye menyerap kunui ngus ke ngus tun. Uman semat Bungui Tanjung e selaui kunui pedak Sumatera Selatan. “Selaui e kedet daun tiuk depah kanen, dai taka’ bungui tanjung kelopak tojoh. Apebile malem kaben temeu selaui e tang lubang idung ne cucul biyol ijiu kental suai dengan semau, make berdoa be supaye ne lang bukak ngus dan miling dengan ben. Kaben langnam balak arah untuk belaui menjaoh ne.
Cerite Bungui Tojoh ye mulai kunui selaui belagak gan ne Putri Selendang Kuning menurut cerite ne takder dengan Raje Biku. Penguase tang daerah e.
Atas kendak Langat, sei duwui karunie enum anak, dikup semanui lemeu selaui. Antaui selui e gan ne Dayang Torek, selaui yang cerite ne jidui inok yang melaher Bungui Tanjung ke tojoh. Keenum anak ne lui jidui anak-anak belagak. Banyak tun kagum, sapui magel puliw-puliw.
Sapui akher ne, kisah demui kisah magel keluarge ne. masing-masing anak Putri Selendang Kuning dai kisah matui dan laleu. Galui-galui ne tenaak igui ne Langat. Tangau ne, Raje Biku matui waktteu balak magel Cine.
Dan dikup-dikup uduk dai kepeu e Dayang Torek, yang menurut kisah, anak omor duwui bulen e sengajui nonoh kakak ne dewek. Sebudur karene madah bayi e lang bulah jidui bibit keteturunan raje. Sapui galui e nam Putri Selendang Kuning awal dau sarat yang sudah jenanyui ne dengan Langat.
“sauté saat dai laher enum anak sesuai jumlah kelopak bungui tanjung (yang tenuun). Namun pilem bates yang sudah jenanyui, galui-galui ne harus balak magel kayangan.”Kunui e bah asal muasal kisah. Putri Selendang Kuning supaye keturunan ne yang sudah nemak menak ne Langat disempurna jidui Bungui Tojoh Kelopak dengan kepeu ne kunui keturunan Dayang Torek.
“Langat kelepui kaben bahwe kepeu pertame keu nemak kaben kane? Jangan-jangan kaben membisik Sebudur untuk nonoh ne kane? Tapui ateu hal. Katek keu harap mui balak jidui pai. Make bulah kaben jenidui bungui tanjung e jidui kelopak tojoh? Supaye temeu kepeu pertame keu dengan inok ne, Dayang Torek.?”
============
Ditulis ulang oleh : Richie Jenandilkm
Diedit : Tun Jang
Demikianlah Artikel Dari Admin Gondrong Sastra Daerah : Kembang Tanjung Kelopak Tujuh
Sekianlah artikel Sastra Daerah : Kembang Tanjung Kelopak Tujuh kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Sastra Daerah : Kembang Tanjung Kelopak Tujuh dengan alamat link https://curup-idaman.blogspot.com/2013/02/sastra-daerah-kembang-tanjung-kelopak.html
0 Response to "Sastra Daerah : Kembang Tanjung Kelopak Tujuh"
Post a Comment